Keindahan Niagara Mini Curug Cikondang Cianjur




Keindahan Niagara Mini Curug Cikondang Cianjur. Bagi sebagian orang, terutama para pelancong dan penyuka petualangan, mungkin belum terlalu di kenal dan terdengar masih asing ditelinga. apabila belum tahu dan ingin melihat sendiri keindahan air terjun yang disebut-sebut sebagai Niagara mini itulah, ada sedikit ulasan dan gambaran tentang Curug Cikondang yang berada di Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.

Sebenarnya Curug Cikondang dengan situs megalitikum Gunung Padang, yang masih satu kecamatan. Dikarenakan Situs Gunung Padang sudah banyak di kenal oleh para Petualang maka Curug Cikondang yang harus di ulas lebih lengkap, agar ada gambaran untuk para Petualang.

Sebenarnya apa arti nama Cikondang? Apakah berarti tenar atau beken? Ternyata bukan. Nama Kondang tidak ada kaitannya dengan itu. Nama serupa ada pula di sejumlah daerah, seperti Kampung Adat Cikondang di Desa Lamajang, Pangalengan atau Desa Cikondang di Majalengka. 


Ci tentu berasal dari kata cai, yang berarti air.
Kondang adalah nama sejenis pohon loa atau dalam bahasa latinnya Ficus subracemosa Blume. Pohon ini bisa tumbuh setinggi 40 meter dan diameter 1,75 meter. Ditemukan di hutan-hutan Asia Tenggara, biasanya di Jawa tumbuh di ketinggian 1.500 meter dari permukaan laut.

Curug Cikondang berjarak sekitar 37 kilometer arah tenggara dari pusat kota Cianjur. Setidaknya ada dua jalur yang bisa ditempuh dari pusat kota Cianjur untuk menuju curug ini. Jalur pertama, dari jalan raya Cianjur-Sukabumi belok kiri ke Jalan Cilaku, lanjut Cibeber. Kedua, melalui jalur Warung Kondang dan Lampegan. Mungkin memakai jalur pertama melewati Cilaku dan Cibeber lebih dekat dari pusat kota Cianjur dan juga ruas jalanya tidak terlalu rusak.

Setelah tiba di jalan Desa Sukadana, harus melewati jalan setapak di pinggiran perkebunan teh PTPN VIII Panyairan. Tak jauh dari gerbang, ada loket masuk Curug Cikondang. Setiap pengunjung cukup membayar Rp 5.000. Sepertinya, retribusi ini masih dikelola secara mandiri oleh pihak Desa Sukadana atau serikat pekerja perkebunan. Itu terlihat dari tiket masuk yang berupa kertas kecil mirip gulungan kertas untuk arisan, namun memakai cap SP BUN Panyairan.

Dari loket itu, lanjutkan perjalanan kembali. Tak terlihat ada tanda-tanda keberadaan sebuah air terjun. Namun ketika sampai di sebuah tikungan, di situ terlihat ada sebuah sungai. Rupanya itulah puncak air terjunnya.

Para pengunjung akan langsung disuguhi pemandangan menakjubkan. Pemandangan indah terhampar di sekeliling Curug, air mengalir begitu deras, terjun dari mulut curug. Dan aliran air itu melebar, mungkin sekitar 30 meter, sehingga terkesan curug ini besar. Ketinggian air terjun sekitar 50 meter.


Tak heran julukan Little Niagara atau Niagara mini pun mampir ke Curug Cikondang. Namun debit air saat itu sedikit berkurang. Mungkin karena faktor kemarau membuat curahan air tidak merata di mulut curug.

Keindahan Niagara Mini Curug Cikondang Cianjur 



Panorama Wisata Waduk Jangari yang Eksotis

http://yantoriyanto.blogspot.co.id/

Panorama Wisata Waduk Jangari yang Eksotis, Wilayah Kabupaten Cianjur sangat luas. Objek wisata pun juga cukup banyak. Salah satunya Waduk Jangari Cirata. Waduk ini  terbentuk dari genangan air seluas 62 kilometer persegi akibat pembangunan waduk yang membendung Sungai Citarum. Genangan waduk tersebut tersebar di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Kabupaten Bandung.

Genangan air terluas terdapat di Kabupaten Cianjur, yang kemudian dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata rekreasi berbasis air. Saat ini objek wisata tirta yang paling berkembang dan ramai dikunjungi wisatawan lokal di kawasan Waduk Cirata adalah Jangari dan Calingcing di Kabupaten Cianjur.

Padahal selain kedua tempat tersebut, masih banyak daya tarik potensial lainnya yang belum dikembangkan, seperti bendungan dan teknologinya, wisata agro, dan ekowisata hutan. Lokasi yang strategis maupun daya tarik yang cukup beragam tadi nampaknya belum cukup untuk menjadikan objek wisata ini dikunjungi wisatawan non lokal, terlebih mancanegara. Kawasan Waduk Cirata dengan luas 43.777,6 hektar terdiri dari 37.577,6 hektar wilayah daratan dan 6.200 hektar wilayah perairan.


Fungsi utama waduk sebagai pembangkit tenaga listrik, ternyata menimbulkan berbagai kegiatan ikutan yang berkembang di kawasan Cirata, termasuk pariwisata. Dengan memanfaatkan kondisi alam dan lingkungan air yang terbentuk di kawasan ini, potensi daya tarik wisata tersebut berkembang dan menarik wisatawan untuk berkunjung ke beberapa lokasi di kawasan Waduk Cirata.

Objek wisata Jangari yang terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande yang berjarak lebih 17 kilometer dari pusat kota Cianjur, memiliki luas sekitar 15 hektar. Sedangkan Calingcing berlokasi di Desa Sindangjaya, Kecamatan Ciranjang, sekitar 20 kilometer dari kota Cianjur, dengan luas sekitar 5 hektar. Kedua lokasi tersebut sangat strategis karena berada pada titik pertemuan dua lintasan pintu masuk menuju wilayah pengembangan pariwisata Cirata yaitu dari arah Cianjur (Jakarta dan Bogor) serta Ciranjang (dari Bandung) yang memiliki potensi pasar wisatawan yang sangat besar. Untuk menuju ke Jangari terdapat rute angkutan umum dari pusat kota Cianjur. Aksesibilitas ke Calingcing tidak sebaik Jangari. Lokasi Calingcing lebih jauh dari pusat kota Cianjur dan belum ada angkutan umum menuju lokasi tersebut.


Di lokasi Jangari dan Calingcing wisatawan dapat menikmati rekreasi alam terbuka, dengan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan seperti melihat-lihat pemandangan genangan air waduk, berperahu, memancing atau hanya sekedar berjalan-jalan dan duduk–duduk bersama teman atau keluarga sambil menikmati makanan yang mereka bawa. Kegiatan berperahu mengelilingi waduk Cirata dikenai tarif sekitar Rp30.000, untuk berperahu selama 2-3 jam. Atraksi yang dapat dinikmati oleh pengunjung pada saat berperahu mengelilingi waduk adalah melihat jaring terapung dan budidaya ikan sambil menikmati hidangan berupa ikan bakar/goreng yang disediakan oleh salah satu rumah makan terapung yang terdapat di lokasi tersebut.


Namun saat ini, populasi jaring terapung yang cukup banyak terkesan hampir menutupi permukaan waduk, sehingga dapat mengurangi kenyamanan wisatawan/pengunjung pada saat melakukan pesiar, karena menghalangi pemandangan keseluruhan.

Fasilitas penunjang yang tersedia di lokasi Jangari diantaranya pelataran parkir yang cukup luas, namun sayangnya belum tertata dengan baik. Hal tersebut terlihat pada saat hari libur dengan jumlah pengunjung yang banyak, ruang parkir menjadi tidak teratur dan terkesan semrawut. Fasilitas lainnya yaitu toilet umum -namun kondisinya kurang bersih, demikian juga dengan kondsi lingkungan keseluruhan. Saung-saung yang terletak di sepanjang jalan di dekat pusat keramaian Jangari dapat disewa oleh pengunjung untuk duduk-duduk dan beristirahat.


Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan juga tersedia kios-kios dan warung-warung makanan yang menjual berbagai makanan dan minuman serta barang-barang dagangan lainnya. Selain warung, pedagang kaki lima terlihat cukup banyak menggelar dagangannya. Letak kios dan warung-warung tersebut saat ini belum tertata dengan baik, dan kurang menjaga kebersihan sekitarnya. Sebagian besar kios-kios tersebut terletak di tepi sempadan genangan, sehingga menghalangi pemandangan langsung ke bentangan waduk.

Untuk menambah daya tarik wisata di Jangari pada setiap hari libur/besar pihak pengelola menyediakan atraksi-atraksi kesenian tradisional maupun modern yang digemari oleh para pengunjung seperti jaipongan atau musik dangdut. Saat ini pengelolaan objek dan daya tarik wisata Jangari dan Calingcing dilaksanakan oleh Pemda Cianjur, mengingat kedua lokasi tersebut berada pada wilayah administrasi Kabupaten Cianjur. Objek wisata Calingcing tidak seramai dan belum berkembang seperti Jangari. Selain lokasinya lebih jauh dari jalan raya Cianjur, tempat ini juga tidak dilalui kendaraan umum. Fasilitas yang tersedia di Calingcingpun tidak selengkap dan sebanyak yang terdapat di Jangari, meskipun harga tiket masuk yang dikenakan ke pengunjung sama, yaitu Rp500 per orang.


Selain Jangari dan Calingcing, lokasi lainnya relatif belum berkembang dan dikunjungi wisatawan. Padahal lokasi dimana dam site Cirata berada potensial untuk dikembangkan sebagai objek wisata pendidikan dan penelitian berbasis teknologi. Pihak pengelola waduk Cirata (BPWC) bahkan telah memiliki rencana pengembangan kawasan ini untuk menjadi resor wisata, namun pembangunannya terhambat masalah sumber daya.

Karakteristik Pengunjung. Potensi daya tarik yang dimiliki kawasan Waduk Cirata secara keseluruhan sebenarnya sangat beragam. Selain daya tarik wisata tirta yang menjadi objek wisata rekreasi paling berkembang saat ini, bendungan dengan teknologi pembangkit listrik di dalam perut bumi merupakan objek wisata pendidikan dan penelitian yang belum tergali. Demikian juga dengan potensi wisata agro selain perikanan jaring terapung, wisata alam hutan, maupun wisata budaya dan kesenian yang belum banyak dilirik.

Mengingat lokasi dan aksesibilitasnya yang sangat baik, objek wisata di kawasan ini sangat potensial untuk menarik wisatawan dari luar Cianjur. Keberadaan kawasan wisata Puncak, maupun jalur regional Jakarta-Cianjur-Bandung merupakan sumber wisnus maupun wisman yang potensial. Demikian juga dengan perkembangan jalur Purwakarta-Padalarang. Luasnya kawasan dengan daya tarik yang beragam dan tersebar di kawasan Waduk Cirata menyebabkan pengembangan kepariwisataan perlu didistribusikan dengan tema-tema dan sasaran pasar yang berbeda-beda. Peningkatan kualitas produk mencakup kualitas daya tarik dan fasilitas penunjang di kawasan ini perlu dilakukan, sehingga diharapkan dapat menarik pangsa pasar wisatawan lain dari golongan menengah atas.
Panorama Wisata Waduk Jangari yang Eksotis



Enaknya Tauco Asli Cianjur


Enaknya Tauco Asli Cianjur, pasti semua tau salah makanan khas Cianjur ini. Jika berkunjung ke Kabupaten Cianjur jangan lupa mencoba Geco. Makanan yang merupakan singkatan dari tauge dan tauco ini diklaim menjadi makanan khas Cianjur yang rasanya cukup menggoda lidah. Maklum ciri khas dari makanan ini adalah lumuran tauco yang merupakan bumbu makanan khas dari Cianjur. Bumbu tauco geco sendiri terbuat dari biji kedelai yang telah direbus, dihaluskan dan diaduk dengan tepung terigu kemudian dibiarkan sampai tumbuh jamur (fermentasi).


Tauco adalah bumbu makanan yang terbuat dari biji kedelai (Glycine max) yang telah direbus, dihaluskan dan diaduk dengan tepung terigu kemudian dibiarkan sampai tumbuh jamur (fermentasi). Fermentasi tauco dengan direndam dengan air garam, kemudian dijemur pada terik matahari selama beberapa minggu sampai keluar aroma yang khas tauco atau rendaman berubah menjadi warna coklat kemerahan. Pada pertengahan prosesnya, rendamannya sering mengeluarkan bau yang menyengat seperti ikan busuk/bau terasi.
Dari beberapa produsen tauco tradisional mengatakan bahwa hasil rendaman, air rendamannya itulah diolah menjadi kecap sedangkan biji kedelainya menjadi tauco. Terdapat berbagai cara mengolah tauco yang masing masing memiliki keistimewaan tersendiri. Contoh tauco yang beredar di daerah Riau berbeda dengan tauco dengan di daerah Jawa dan Kalimantan. Tiap daerah memiliki keunikan cita rasa tersendiri.
Dari pengalaman, tauco dapat disimpan lama sampai bertahun tahun, dan tidak akan rusak atau basi selama penyimpanannya tidak terkena air mentah ataupun terkontaminasi dengan bahan organik lainnya. Sayang, tidak ada penelitian yang lebih terperinci mengenai tauco. Oleh para buruh kasar (khususnya masyarakat Tionghoa) dibeberapa daerah, tauco digunakan sebagai lauk setiap makan terutama saat makan bubur bening. Penggunaannya yang umum adalah sebagai bumbu atau penyedap dalam membuat lauk pauk, misalnya ayam bumbu tauco, nasi goreng tauco, ikan tumis tauco.
Produksi tauco Cianjur kini semakin menyusut, seiring dengan berkurangnya jumlah pengusaha yang menggeluti usaha pembuatan makanan khas Cianjur ini. Beberapa tahun terakhir ini, produksi tauco Cianjur yang sempat mengalami masa kejayaan dengan go international turun drastis. Banyak pengusaha tauco yang gulung tikar atau pindah ke usaha lain. Alasan mereka, kurang bisa bersaing dengan makanan impor yang masuk ke kota santri ini. Alasan ini semakin kuat ketika sudah dibukanya jalur Tol Cipularang yang diyakini telah menurunkan omset penjualan para pengusaha tauco ini.

Produsen tauco pertama  di Cianjur adalah Seorang warga keturunan Cina bernama Tan Ken Yan, yang mencetuskan ide pertama kali membuat tauco di Cianjur dengan merek dagang "Cap Meong" yang berdiri sejak tahun 1880. Di Cianjur sendiri tauco mulai berkembang dari tahun 1900 dalam bentuk industri rumahan yang dikembangkan dari rumah ke rumah. Hingga saat ini mereka tetap mempertahankan tauco apa adanya dan menjadi merek tauco lokal yang cukup dikenal di Cianjur.
Enaknya Tauco Asli Cianjur, Ditulis dari beberapa Sumber...

Maenpo Seni Beladiri Khas Cianjur




Maenpo Seni Beladiri Khas Cianjur, sudah turun temurun dari generasi ke generasi seni bela diri yang legendaris. Salah satu ciri khas kota Cianjur adalah Ngaos, Mamaos dan Maenpo yang selalu di identikan dengan kota Cianjur, selain dijuluki kota santri, beras pandan wangi dan kota Tauco yang lebih dulu di kenal oleh orang - orang. tetapi Seni Beladiri khas Cianjur seperti maenpo juga sudah seharusnya di budayakan oleh generasi muda Cianjur.


Sejak dulu Cianjur dikenal dengan seni beladiri Pencak Silat yang menghasilkan beberapa aliran terkenal, antara lain aliran Cikalong, Cimande dan Sabandar. Yang sampai kini masih dipelajari dan diminati pencinta pencak silat oleh berbagai kalangan baik di daerah-daerah lokal maupun mancanegara.

Maenpo atau dikenal juga dengan istilah pencak silat adalah suatu kesenian beladiri yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan . Maenpo sendiri secara bahasa terdiri dari dua kata yaitu maen dan po. Maen berarti melakukan sesuatu sementara po berasal dari istilah China untuk memukul. Maka maenpo artinya melakukan sesuatu dengan memukul.

Pecipta dan penyebar seni maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim. Aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal istilah liliwatan (pengideraan) dan Peupeuhan (pukulan). Seni peupeuhan yang merupakan aliran khas ciptaan R. H. Ibrahim, mengandalkan kecepatan gerak dan tenaga dalam yang luar biasa. Adapun R. H. Ibrahim menunggal pada tahun 1906 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Dalem Cikundul, Cikalong Kulon Cianjur.


Pada saat yang sama muncul suatu aliran yang mengandalkan tenaga pengideraan atau liliwatan yang dimunculkan oleh Muhammad kosim dari Sabandar Karangtengah Cianjur yang kemudian beliau dikenal dengan nama Mama Sabandar. Aliran inilah yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan Aliran Sabandar yang mengandalkan kemahiran dalam mengeluarkan tenaga penginderaan.

Maenpo Seni Beladiri Khas Cianjur


Lampu Gentur Khas Cianjur yang Beragam dan Mendunia



Lampu Gentur Khas Cianjur yang Beragam dan Mendunia, tidak banyak orang tahu tentang Industri Kreatif yang ada di Cianjur. Padahal tanpa di ketahui orang banyak pun sebenarnya Cianjur memiliki segudang produk unggulan industri kreatif. Salah satu yang gaungnya terdengar hingga ke mancanegara yakni lampu gentur. Bentuk lampunya yang artistik sangat memikat siapa saja yang melihat lampu khas dari Kota Taucho ini. Berokasi di Kampung Gentur RT 3/6, Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Perusahaan yang sudah ada sejak 1940-an ini dinamai Uni-Antique.Ternyata, lampu gentur ini merupakan warisan nenek moyang yang memanfaatkan limbah kaca dan kalengan asli. Saat ini, usaha lampu gentur dipegang Siti Mulyati yang merupakan generasi keempat dengan memiliki 12 orang karyawan.Sejak dulu, lampu gentur sudah merajalela di pasar dunia. Tak hanya di kawasan Asia, lentera cantik khas Cianjur ini pun banyak dipesan para konsumen dari negara-negara Eropa seperti Yunani, Bulgaria dan banyak lagi. Tak heran jika omset perbulannya mencapai Rp80 juta.Sekarang telah diubah bahan bakunya terbuat dari kuningan dan kaca plora. Ukirannya yang khas menjadi citra sendiri bagi Cianjur. Lampu gentur adalah warisan dan kebanggan Jawa Barat.
Bukan hanya sekadar usaha dan meraup keuntungan saja, namun dalam memasarkan pruduk kreatifnya ke luar kota hingga ke luar negeri ini pun memiliki kepuasan tersendiri. Sebagai pengrajin Lampu Gentur itu pun mengaku bangga bisa mengharumkan nama daerah di kancah nasional dan internasional.
Dengan menggunakan bahan baku kaca plora yang dikemas dengan berbagai macam warna dan bentuk, membuat banyak pejabat tertarik berkunjung dan memesan lampu gentur. Bahkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun pernah dibuat takjub akan keunikan lampu gentur. Bapak Presiden RI pada saat itu sekitar tahun 2013, Pak SBY berkunjung ke setra Gentur bersama rombongannya. Seketika membuat bangga khusus nya para Pengrajin Industri Kreatif, bahwa Cianjur punya karya yang dapat dilihat oleh dunia dari berbagai kalangan hingga pejabat sekalipun. kita berharap produk warisan dari leluhurnya pun bisa diteruskan generasi muda ikut serta mempertahankan lampu gentur bahkan kreativitasnya bisa dikembangkan lagi. Semula hanya seperti lampu untuk lilin dan listrik, kemudian ditambah fungsinya sebagai asbak, tempat buah dan kereta kencana.









Lampu Gentur Khas Cianjur yang Beragam dan Mendunia

Beras Pandan Wangi Cianjur



Beras Pandan Wangi Cianjur, hingga kini memang belum banyak diketahui asal usulnya. Menurut Ibrahim Naswari Gandana, Ketua Asosiasi Petani Pandan Wangi Cianjur, pada tahun 1970-an, masyarakat Cianjur menemukan padi yang tumbuh liar.

Dari sekian banyak varietas padi lokal di Cianjur, ternyata ada yang berbeda dari padi yang baru ditemukan petani. Padi yang baru ditemukan tersebut beraroma wangi.


Sejak ditemukan padi Pandan Wangi tersebut, seorang pedagang beras bernama Haji Jalal yang berasal dari Warungkondang, Cianjur memperkenalkan ke sebuah restoran di Jakarta. Setelah usaha Haji. Jalal berhasil, sejumlah petani mulai ikut menanam padi Pandan Wangi. “Setelah dicoba dipasarkan ke Jakarta, ternyata laku keras. Sejak itu masyarakat Cianjur mulai memperbanyak jenis padi ini,” kata Ibrahim.

Pada tahun 1980, padi jenis ini mulai banyak dikenal di Jakarta. Karena rasanya enak, harum, pulen, dan disukai konsumen. Bahkan kerap disebut sebagai beras menteri, karena menjadi santapan kalangan menteri.

Sayangnya perkembangan padi ini sempat tertahan yakni sekitar tahun 2000. Hal ini karena banyak pedagang yang mengoplos beras Pandan Wangi. Namun petani di Kecamatan Warungkondang dan Cibeber bertahan menanam padi Pandan Wangi. Karena mulai surut dan sering dipalsukan, Tjetjep Muchtar, Bupati Cianjur membeli lahan padi Pandan Wangi seluas 5.000 ha guna menjaga keberadaan varietas tersebut.

Dari hasil penelitian, padi yang berasnya berbentuk bulat dan beraroma wangi pandan ini, ternyata hanya cocok dibudidayakan di Kabupaten Cianjur. Terutama, di tujuh kecamatan yakni, Kadupandak, Gekbrong, Cibeber, Cilaku, Cianjur, Cugenang, dan Warungkondang. Jika varietas padi Pandan Wangi ini ditanam di luar tujuh kecamatan tersebut, hasil yang diperoleh akan berbeda, terutama rasa dan aromanya.

“Sampai sekarang masih terus diteliti, apa yang menyebabkan varietas Pandan Wangi ini berbeda. Jika benihnya ditanam di luar tujuh kecamatan, maka hasilnya tidak sama. Baik bulir padi, aroma wanginya dan produktifitasnya,” tutur Ibrahim.

Dari hasil kajian, ketujuh kecamatan tersebut memiliki jenis tanah rendzina. Jenis tanah ini hanya terdapat di dua negara, yaitu Indonesia dan Siberia. Jenis tanah redzina ini terbentuk dari batuan kapur yang mengandung bahan organik tinggi.

Ibrahim menjelaskan, untuk budidaya padi Pandan Wangi memerlukan perlakuan khusus. Misalnya, dalam pemupukan tidak boleh pupuk yang mengandung banyak urea, tapi harus KCl lebih tinggi. Begitu juga waktu pemupukan. Karena umur tanaman 6 bulan, pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, saat waktu tanam. Kedua, waktu umur tanaman menginjak 3 minggu. Ketiga, waktu fase primordia (pembentukan malai) yakni umur tanaman 60 hari.

Jumlah benih saat tanam juga berbeda. Jika budidaya padi biasa hanya memerlukan benih sebanyak 25 kg/kha, maka padi Pandan Wangi jumlah benihnya sebanyak 40 kg/ha. Tinggi tanaman padi varietas ini mencapai 1,75 meter.

Beras pandan wangi adalah satu-satunya beras terbaik di dunia yang juga sangat diminati oleh orang-orang Jepang, Korea, Thailand, dan mancanegara. Beras pandan wangi ini juga satu-satunya beras di dunia yang beraroma khas wangi pandan. Asli beraroma pandan, dan bukan karena wangi sintetik atau pun wangi buatan !

Beras Pandan Wangi Cianjur ini tidak ditemukan dan tidak bisa ditiru di daerah lain, sehingga menjadi khas atau ikon kota Cianjur. Kekhasan ini lebih dikarenakan spesifikasi letak geografis dan ekologis sumber produksinya. Karenanya, tidaklah berlebihan bila Beras Pandan Wangi adalah dianggap dan ditempatkan sebagai beras varietas lokal unggulan khas Cianjur, yang hanya tumbuh baik dan menghasilkan kualitas produksi dengan sifat-sifat khas Beras Pandan Wangi Cianjur.

Kekhasan yang menjadi keunggulan Beras Organik Pandan Wangi Cianjur sejak tahun 1973 ini, ada pada aroma, rasa, warna dan bentuknya yang unik dan tidak dimiliki oleh varietas padi lainnya.

Beras Organik Pandan Wangi Cianjur memiliki keunggulan spesifik dengan ciri sebagai berikut :

1. Bulir berasnya bulat dan panjang, serta termasuk varietas Javonica atau biasa dikenal sebagai padi bulu.

2. Harum wanginya khas wangi pandan, namun sama sekali bukan karena diberi daun pandan.

3. Warna berasnya putih segar, tidak kusam, dan pada bagian tengah bulir beras terdapat titik kapur yang berwarna keputihan.

4. Rasa nasinya yang sangat istimewa, enak, pulen, gurih dan beraroma wangi pandan.

Varietas unggulan lokal Pandanwangi cocok ditanam di dataran sedang dengan ketinggian 700 m DPL dan yang paling terkenal dari sebagian area wilayah tanam padi di daerah Kecamatan Warungkondang, Cugenang, Cibeber, Cianjur, Cilaku dan Kecamatan Campaka

Uniknya apabila di tanam di luar daerah tersebut rasanya akan terasa berbeda dan aromanya tidak muncul. Hingga saat ini belum ada kualitas pandanwangi yang dapat menandingi kualitas pandanwangi dari daerah di luar sentra produksi area tanam Pandan Wangi diatas.

Achmad Suryana, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, pernah menyampaikan bahwa bibit padi varietas unggul Pandan Wangi bisa saja ditanam di luar Cianjur. Namun, soal rasa, aroma, kepulenan, dan ciri lain berbeda.

Jadi, beras Pandan Wangi khas Cianjur sesungguhnya tercipta karena paduan faktor genetik dan lingkungan. Karenanya, tidaklah mengherankan apabila karena rasanya yang sangat khas itu, maka harga Beras Organik Pandan Wangi Cianjur cukup mahal, bisa dua kali lipat dari harga beras biasa. Begitu juga, tidaklah mengherankan apabila para pemerhati budidaya beras organik menyatakan bahwa Beras Orgaik Pandan Wangi Cianjur adalah beras organik terbaik di dunia.

Beras Pandan Wangi Cianjur




Menikmati Megahnya Mesjid Agung Cianjur




Menikmati Megahnya Mesjid Agung Cianjur, Bagi warga Cianjur, siapa yang tak kenal dengan salah satu bangunan bersejarah yang menjadi ikon kota ini. Terdapat bangunan yang cukup unik dan menarik, yaitu Masjid Agung Cianjur. Sesuai dengan namanya, masjid ini berdiri megah di tengah kota, tak jauh dari alun-alun, pendopo, dan kantor pos Cianjur. Lanskap bangunan seperti ini menjadi ciri khas bangunan masa lalu, yaitu bangunan rumah ibadah satu kompleks dengan ruang pertemuan, alun-alun sebagai area publik, hingga kantor pemerintahan.



Jika diamati, berdiri tegak dua buah menara menjulang tinggi dan atap prisma bertingkat menjadi ciri khas bangunan terbesar di ibukota Cianjur ini. Usianya kini telah lebih dari 200 tahun dari awal pertama kali dibangun tahun 1810. Meski kini telah mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan, nafas sejarahnya masih kental terasa.
Setelah mengalami 7 kali renovasi dan perluasan, kini Masjid Agung Cianjur mampu menampung sekitar 4000 jamaah dengan total luas area 2.500 m2. Gaya perpaduan modern dan klasik cukup kental terlihat di luar maupun di dalam masjid. Yang paling khas adalah bentuk atapnya yang mempertahankan model lama. Lain dengan bentuk masjid pada umumya yang berkubah besar, Masjid Agung Cianjur memiliki atap prisma persegi empat bertingkat dengan sebuah kubah kecil di puncaknya. 

Sejarah Masjid Agung Cianjur

Pada era Daendels (1808), Cianjur adalah kota yang masuk ke dalam rute De Grote Postweg atau lebih dikenal sebagai Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan. Dari Batavia rute menuju Buitenzorg lalu ke Cianjur, sebelum dilanjutkan ke Bandung. Akses utama Jalan Raya Pos dari arah Puncak ke Cianjur melalui beberapa ruas jalan utama. Rute jalur tersebut di antaranya kini bernama Jl. Ir. H. Djuanda (Salakopi), Jl. Otista (Pasarean), Jl. Siti Jenab, Jl. Suroso (Bojongherang), dan Jl. Mangun Sarkoro (Jalan Raya). Nama-nama lama jalan tersebut belum terlacak.

Mungkin itu yang menjadi alasan mengapa Jl. Mangun Sarkoro lebih dikenal dengan sebutan Jalan Raya, yang sepertinya mengacu pada sebutan lama “Jalan Raya (Pos),” pada masa Daendels berkuasa. Di sisi kiri-kanan ruas jalan tersebut masih dapat dilihat beberapa bangunan dengan arsitektur kolonial Belanda dan Tionghoa.

Kantor Pos Cianjur tepat di depan Pintu Selatan Masjid Agung Cianjur (dok. Cianjur Heritage). Karena Masjid Agung Cianjur berlokasi di sisi Jl. Siti Jenab pada jalur pos Anyer-Panarukan, maka keberadaannya menjadi vital sebagai masjid utama penduduk muslim pribumi, maupun para pendatang yang melalui jalan Raya Pos saat singgah di Cianjur. Tepat di sisi selatan mesjid terdapat kantor pos Cianjur yang pernah menjadi kantor pos utama di wilayah Priangan. 

Dalam sejarahnya, tahun 1879, masjid ini pernah hancur akibat letusan Gunung Gede hingga bangunan luluh lantak. Dalam peristiwa tersebut merenggut korban yang cukup banyak, salah satunya adalah ulama Cianjur, R.H. Idris bin R.H. Muhyi (Ayah dari KRH Muhammad Nuh, seorang ulama besar Cianjur), yang bertempat tinggal di daerah kampung Kaum Kidul.

Satu tahun setelah peristiwa letusan Gunung Gede (1880), Mesjid Agung Cianjur kembali dibangun oleh RH Soelaeman, yang pada waktu itu memegang posisi sebagai penghulu Agung bersama RH Ma'mun bin RH Hoessein atau lebih dikenal dengan nama Juragan Guru Waas, juga dibantu oleh masyarakat Cianjur.

Selain pembangunan kembali akibat bencana alam, Mesjid Agung Cianjur juga mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan. Meskipun demikian, sepanjang tahun 1950 hingga 1974, bentuk arsitekturnya tetap dipertahankan, yaitu bangunan dengan atap persegi.

Bagi anda yang belum melihatnya, silahkan berkunjung ke masjid ini sekalian menikmati kumandang adzan yang begitu merdu dari atas menara. Dulu, Muadzin yang terkenal pada masa itu diantaranya R. Muslihat (alm), seorang pengurus mesjid dan muadzin tetap Mesjid Agung Cianjur, serta RH Duduh (alm). Meskipun pada waktu itu belum begitu dikenal kumandang adzan bergaya Surabaya atau Yogyakarta, apalagi Mekah. Di Masjid Agung Cianjur kumandang suara adzan para muadzin tersebut hingga kini belum ada tandingannya. 


Masjid Agung Cianjur tepatnya berada di jalan Siti Jenab No. 14, kelurahan Pamoyanan, kecamatan Cianjur, Kode Pos 43211. Bangunan berorientasi timur-barat dengan pintu utama berada di bagian timur. Terdapat tiga pintu utama untuk masuk para jamaah, yaitu Babussalam (selatan), Babussakinah (utara), Babul Marhamah (Timur).


Menikmati Megahnya Mesjid Agung Cianjur