Menelisik Sejarah Cianjur dengan berdirinya Kabupaten Cianjur berdasarkan dokumen yang ada di awali dari adanya Kerajaan Talaga di kaki Gunung Ceremai yang dipimpin oleh seorang raja bernama Sunan Wanapri yang mempunyai seorang putra bernama Sunan Ciburang, beliau juga memiliki seorang putra yang bernama Aria Wangsa Goparana. Tokoh inilah yang kemudian berpindah tempat dan menetap di Kampung Nangkabeurit, Sagaraherang dan mendirikan sebuah pesantren bersama dengan cacah atau rakyat yang mengikutinya.
Para putra Aria
Wangsa Goparana kemudian melakukan perpindahan bersama cacahnya
masing-masing, salah satu putra Aria Wangsa Goparana yang bernama Jayasasana arkhirnya tinggal didekat
aliran sungai Cijagang (Cikundul) bersama cacahnya yang kemudian dinamakan
Cacah Jayasasana.
Sejalan dengan fungsinya
dan perkembangnya cacah Jayasasana kemudian berkembang menjadi babakan,
lembur, kampung, kemudian nagri dan akhirnya menjadi padaleman sehingga kemudian
terbentuklah kadaleman Jayasasana di daerah Cikundul dan akhirnya terkenal
dengan sebutan Dalem Cikundul sesuai dengan nama
daerahnya yaitu Cikundul. Dan Jayasasana menjadi dalem Cikundul
dengan gelar Aria Wira Tanu.
Pada saat itu menurut
cacatan terdapat juga beberapa kadaleman di wilayah Cianjur, diantaranya
Padaleman Cipamingkis, Cimapag, Cibalagung,
Cihea yang
masing-masing dipimpin oleh seorang dalem. Namun akhirnya diantara dalem-dalem
tersebut tercapai kesepakatan untuk menyatukan kekuasaan masing-masing di dalam
kekuasaan baru yang bernama Kadaleman Cianjur yang dipimpin oleh Aria
Wira Tanu karena
dianggap paling tua dan berwibawa.
Menurut Otto van Rees bahwa
Padelaman Cianjur ini sudah ada sejak tahun 1619, karena sebelum tahun itu
tidak pernah terdengar suatu wilayah yang bernama Cianjur. Namun demikian
berdasarkan cacatan sejarah dari Cikundul-bond bahwa terbentuknya
padaleman Cianjur sekitar tahun 1677 sesuai dengan penyerahan wilayah priangan
yang berbatasan dengan sungai Cisadane dan Citarum dari Mataram ke VOC yang
terjadi pada tanggal 19-20 Oktober 1677.
Karena berada di bawah
kekuasaan VOC inilah istilah dalem kemudian dirubah menjadi Regent
(Bupati). dan
itu dilaksanakan sejak masa pemerintahan Aria Wira Tanu II yaitu Raden
Aria Wiramanggala (Dalem Tarikolot) (1691-1707). Sepeninggalan Aria Wira Tanu
II, Regent Cianjur dilanjutkan kepada anak pertama dari Raden Aria
Wiramanggala, yaitu Raden Aria Astramanggala atau terkenal dengan Aria Wira
Tanu III, yang memindahkan ibukota Cianjur di Pamoyanan ke Kampung Cianjur.
Oleh sebab itu Aira Wira Tanu III sering disebut sebagai pendiri Cianjur.
Masa awal abad ke 18 inilah
dibawah kepemimpinan Aria Wira Tanu III Kabupaten Cianjur mengalami kemajuan
yang sangat pesat, sehingga Cianjur memiliki fungsi sebagai :
1. Pusat Produksi Kopi di
Keresidenan Priangan;
2. Pusat Perdagangan bagi
seluruh wilayah Priangan;
3. Pusat Pemerintahan
Keresidenan.
Dari sinilah kemudian
Kabupaten Cianjur dijadikan ibu kota keresidenan priangan sekitar awal abad
ke-19 tepatnya pada tahun 1819 atau mungkin lebih awal lagi pada tahun 1816.
Sejak dijadikan ibu kota keresidenan priangan, wilayah Cianjur memperoleh
perluasan wilayah mencapai 3731 pal persegi dan merupakan wilayah kabupaten
terluas diantara kabupaten lain di wilayah priangan seperti Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Limbangan.
Kedudukan ini juga
memberikan keuntungan bagi Kabupaten Cianjur yang oleh pihak VOC sangat
diperhatikan pembangunan infrastruktur sebagai wilayah administrasi.
Diantaranya didirikannya kantor pos utama pada tahun 1821 yang melayani
pengiriman surat untuk daerah Buitenzorg dan Batavia wilayah barat sampai
dengan wilayah timur yang meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur arah Semarang,
Jogjakarta dan Surabaya.
Perkembangan infrastruktur
ini juga diikuti dengan semakin banyaknya perkebunan-perkebunan swasta yang ada
di wilayah Kabupaten Cianjur meliputi perkebunan kopi, dan teh. Diantaranya
meliputi perkebunan-perkebunan yang ada di distrik Ciputri, Bayabang,
Cikondang, Jampang Wetan, Cimahi, Cicurug, Pelabuhan, dan Jampang Tengah yang
jumlahnya mencapai 116 perkebunan swasta pada tahun 1881. Pada awal abad 20,
jumlah perkebunan swasta meningkat menjadi 752 perkebunan. Walaupun pada saat
itu produksi kopi di Kabupaten Cianjur telah menurun.
Untuk menunjang lancarnya
penjualan produk perkebunan ke wilayah pelabuhan, para pengusaha perkebunan
swasta mendesak pemerintah VOC untuk menyediakan sarana angkutan yang cepat dan
murah. Atas desakan tersebut maka pemerintah VOC mencoba untuk membangun jalur
kereta api baru yang menghubungkan antara jalur kereta yang pertama ada di Jawa
Barat, yaitu Batavia dan Buitenzorg atau bogor.
Tahap
pertama pembangunan jalur kereta api Bogor ke Cicurug
sepanjang 27 km yang selasai pada 05 oktober 1881.
Tahap
kedua pembangunan Jalur kereta api Cicurug-Sukabumi
sepanjang 30 km yang selesai pada 21 maret 1882.
Tahap
ketiga pembangunan jalur kereta api dari sukabumi ke
cianjur sepanjang 39 km dan selesai pada 10 mei 1883.
Tahap
keempat pembangunan jalur kereta api Cianjur-Bandung
sepanjang 59 km yang selesai pada 17 mei 1884.
Pada Pembangunan jalur
kereta api dari Bogor ke Cianjur terdapat 2 stasiun dan 10 halte. Kesebelas
halte tersebut :
1. Cicurug,
2. Parung Kuda,
3. Cibadak,
4. Karangtengah,
5. Cisaat,
6. Gandasoli,
7. Cirengas,
8. Lampegan,
9. Cibeber, dan
10. Pasir Hayam
itu lah sedikit kupasan tentang Menelisik Sejarah Cianjur..
0 Komentar